Jumat, 25 April 2014

Happy Valentine, Al! by. Maria Chrisna



HAPPY VALENTINE, AL!

Pesta valentine yang hingar bingar akan segera dimulai malam itu. Toby dan pasangan kencannya Alice berjalan memasuki ruangan aula yang telah dihias dengan lampu penerangan seperti diskotik yang memusingkan. Alunan musik yang tidak begitu keras mengisi kemeriahan pesta di sebuah rumah besar bergaya Georgia.
Toby menggamit pinggang Alice dan membawanya menuju ke sebuah sudut ruangan yang di situ terdapat kursi kosong. Dengan gagah, Toby menarik salah satu kursi dan mempersilakan Alice untuk duduk.
“Kau tahu aku tidak menyukai pesta!” Wajah Alice menekuk.
“Kau berjanji padaku untuk ikut, kan?” bujuk Toby.
Alice menggeleng kepalanya dan menghentikan seorang lelaki yang sedang membawa nampan berisi minuman. Si lelaki itu dengan sigap memberikan segelas minuman dan dengan cepat Alice menenggak minuman itu sampai habis. “Aku tidak menyukai keramaian!” Alice menggeram.
“Aku tahu itu dengan sangat baik.” Tukas Toby lembut. Wajahnya tegas seperti batu granit bertolak belakang saat dia berhadapan dengan gadisnya, Alice, yang sekarang begitu cantik. Balutan gaun malam berwarna kuning salem, rambut bergelombang yang tergerai berwarna coklat dan perona wajah yang tidak mencolok membuat wajahnya semakin bercahaya. Toby selalu menyukai Alice yang seperti itu. Alice yang apa adanya.
“Lalu mengapa kau mengajakku kemari?” tanya Alice semakin kesal. Tobias hanya tersenyum menahan geli melihat tingkah kekasihnya yang polos itu.
“Toby!” bentak Alice karena melihat Toby menatapnya dengan senyum mencurigakan.
Toby bangkit dari kursinya, menggeretnya mendekati Alice dan kembali duduk. Matanya menatap Alice dengan serius karena dia tahu hanya ini satu-satunya cara meredakan kekesalan pacarnya itu.
Benar saja, Alice merona saat tatapan Toby sama sekali tidak terbaca dan lurus menatap manik matanya seakan menelanjangi apapun yang ada di dalamnya.
“Kau membuatku—”
“Ssshh!” sela Toby dan tetap diam tanpa melepas pandangannya dari Alice.
“Baiklah kau menang!” Alice tertunduk karena dia merasa suhu tubuhnya meningkat akibat perlakuan Toby. Tepat seperti dugaan Toby. Gadisnya terlalu mudah untuk digoda dan hanya dia yang mampu menggoda Alice.
“Dansa?” ajak Toby seraya bangkit dari duduknya.
“Tidak. Aku—” Toby melihat Alice menggigit bibir bawahnya.
Toby melengkungkan tubuhnya dan mengamati wajah gadisnya begitu dekat. “Kau menikmatinya?” Tanya Toby dibalik seringai bibirnya yang tajam.
“Apa?” sahut Alice terkejut.
“Bibirmu...,” Toby menjawab.
“Jangan, Tobias Smith!” Alice memperingati. Tobias menyeringai penuh kemenangan saat Alice turut bangkit dan memasukkan lengannya ke lengan Toby.
Mereka berjalan menuju lantai dansa. Toby sedikit menyentakkan tubuh Alice ke depan dan menariknya kembali ke dalam dekapannya. Dengan lembut, Toby mengalungkan tangan Alice ke lehernya sedangkan tangannya sendiri memeluk erat pinggang kecil Alice.
“Apa kau tahu bahwa Cleopatra hidup kembali?” Kening Toby dan Alice saling menempel.
“Benarkah?”
Toby mengangguk pelan dan senyuman menawan terbentuk di bibirnya. “Alicia Cleopatra Parker.”  Tangan kanannya kini telah berpindah menuju dagu Alice. Alice mampu merasakan elusan lembut ibu jari Toby.
“Sejak kapan namaku berubah?” Alice mengerucutkan mulutnya dan berpura-pura marah.
“Sejak kau membuatku tidak bisa tidur. Saat kau membuat semua orang yang ada di dunia ini menghilang dan hanya ada ada dirimu. Saat kau membuat hari-hariku menjadi hitam dan putih bukan lagi abu-abu.” Ini adalah ungkapan paling panjang kedua yang pernah Alice dengar dari mulut paling tertutup di seluruh belahan bumi yang pernah Alice kunjungi. Lelaki yang telah mengusik hidupnya jauh di saat Alice menyadari bahwa lelaki paling dingin, paling kejam dan paling menakutkan telah menandainya sebagai wanitanya.

“Apa yang kau inginkan?” Suara amarah keluar dari mulut seorang gadis yang selama ini dianggap perempuan lemah dan jarang sekali berbicara. Wanita itu bahkan bukan termasuk dalam kawanan top di universitasnya. Dia juga bukan gerombolan kutu buku yang membebani punggungnya dengan tas punggung super besar ditambah tas jinjing yang tak kalah beratnya.
“Tidak ada,” kata Toby datar dan menarik kasar tangan Alice untuk keluar dan menjauh dari zona kasak-kusuk mahasiswa yang menyaksikan adegan gratis si Dingin-Kejam Tobias Smith dan si Tak Dikenal Alicia Parker.
Hiruk pikuk orang-orang melihat adegan tarik menarik Toby dan Alice mulai berkurang saat mata tajam elang Toby menyisir semua orang yang melihat mereka.
“Alice!” Teriakan keras menghentikan laju Toby dan Alice.
“Harry, tolong aku!” teriak Alice. Tangannya meronta-ronta berusaha melepas cengkraman Toby yang mengetat.
“Jangan macam-macam, Bagman!” ujar Toby dingin dan penuh ancaman.
“Kau menyakitinya, Smith!” balas Harry sama sengitnya. Tatapan mematikan saling terlempar dan Alice bergidik melihat temannya, Harry, ternyata memiliki sisi menakutkan.
“Kau berani denganku?” Intonasi suara Toby tidak berubah dari kadar mengerikan. Mata para penonton bergulir saat Toby dan Harry hanya melempar pandangan yang sanggup membunuh siapapun.
“Kau monster!” Alice berucap. Ekspresi Toby menjadi lebih datar namun justru semakin terlihat kejam. Beberapa mahasiswa lain memilih meninggalkan pergelutan itu agar tidak terkena sasaran.
“Begitu?” Kepala Toby miring ke samping, menatap Alice tanpa ekspresi.
“Kau ancaman bagi semua orang. Kekuasaanmu menakuti orang-orang! Kau kira kau pantas memperlakukan mereka seperti itu? Memperlakukanku seperti ini? Apa aku memiliki masalah denganmu? Lepaskan aku!” teriak Alice yang telah berhasil mengumpulkan segenap kekuatannya untuk meluapkan segala emosi yang dia tahan. Dia tidak ingin diperlakukan seperti hewan oleh si Dingin-Kejam Toby. Tidak! Dia tidak ingin menjadi salah satu permainan lelaki itu.
“Kau tidak mendengarku Smith? Apa perlu aku menggunakan bahasa hewan agar kau mengerti?” cibir Alice.
“Kalian semua pergi jika tidak ingin menyesal!” Toby berkoar tanpa mengalihkan pandangannya dari satu-satunya wanita yang berani menghinanya.
“Apa kau tidak ingin pergi Bagman?” kata Toby kelewat tenang setenang gunung api yang tertidur namun lava yang meleburkan siap membumihanguskan apapun yang menghalangi jalannya.

“Kau mempesona malam ini, Al!” ucap Toby. Telunjuknya terasa gatal saat melihat beberapa helai rambut Alice keluar dari daun telinga indah gadis itu. Dia membawa telunjuknya dan membenarkan helaian-helaian itu dengan menyelipkannya di balik daun telinga Alice.
“Kau juga terlihat begitu tampan!” desah Alice. Bibir Toby mendekat dan dia mampu merasakan jantung Alice berdetak lebih cepat dan membuat Alice merona sekaligus menginginkan. Kedua hidung mereka menempel.

“Aku memang monster. Dan Bagman, tolong tinggalkan kami berdua. Aku berjanji aku akan mengembalikannya padamu dan tidak akan aku menyentuhnya. Aku hanya perlu ... bicara padanya.” Sejenak Harry memandang Alice dan Alice mengangguk.
“Jika kau menyakitinya, kau akan menyesal!” Harry meninggalkan mereka.
“Kau tidak takut pada monster ini?” tantang Toby. Suara dinginnya tidak berubah.
“Apa yang harus aku takutkan dengan monster sepertimu?” Mata Alice menyipit.
Dingin dan tak ada ampun melingkupi suasana sepi mereka.
“Cepat selesaikan urusanmu!” sambung Alice sinis.
Toby menatap Alice menembus iris matanya yang berwarna hijau cerah. “Jadilah kekasihku!” ucap Toby tanpa babibu.
Kedua alis Alice saling bertaut membentuk kerut di antara selanya. Terlalu terkejut mendengar ocehan Toby yang baru saja terlontar dari mulutnya yang tidak pernah mengeluarkan kata manis.
Inikah maksud dari ungkapan tidak biasa Toby? Pernyataan.... cinta? Dia pasti bercanda!
Alice memperhatikan raut Toby yang tidak berubah. Pandangannya fokus dan intensitas kedipannya stabil namun Alice merasakan getaran pada pegangan Toby yang tidak lagi sama seperti tadi – yang cenderung menyakiti.
Alice menelisik mata Toby mencari celah bahwa dia sedang mempermainkannya sama seperti wanita-wanita lain. Mata biru Toby masih sama beningnya dengan air di lautan pasifik yang teduh.
Semua terdengar konyol! Alice menahan tawa yang menggelegak dalam tenggorokannya dan menuntut untuk dilepaskan namun sorot mata Toby mengisyaratkan keseriusan.
Lelaki ini gila!

“Aku gila karenamu, Al!”
“Kau milikku, Al!” timpal Toby tegas.

“Al, aku menunggu jawabanmu.”
“Kau hanya mempermainkanku, kan? Kau sedang dalam taruhan, kan?” Suara sarkatis Alice lebih menyentuh garis ejekan.
“Kau menemukan kebohongan di mataku?” Toby kembali menantang dan Alice tidak mampu menemukan setitikpun kebohongan dari mata Toby atau mungkin Toby terlalu ahli dalam menyembunyikan kebohongan.
“Kau konyol! Mana mungkin kau memintaku menjadi kekasihmu secara tiba-tiba. Apa kau melakukan pendekatan padaku sebelumnya? Tidak! Maka aku menyimpulkan bahwa matamu sudah terlatih untuk berbohong!”
 “Apa kau terlalu membenciku sehingga kau memandang rendah orang sepertiku?” Toby mendekati Alice namun Alice mundur memasang sikap defensif.
“Al, bisakah kau memberiku alasan mengapa kau bersikap seperti ini... padaku? Mengapa kau bisa begitu baik pada Harry tapi tidak padaku?” tanya Toby yang sekarang sudah berdiri 10 senti di hadapan Alice.
Kau kejam! Kau melukai hati banyak wanita, kau memukuli setiap orang yang tidak kau sukai. Batin Alice berucap.
“Apa karena aku memperlakukan orang lain dengan tidak baik?” tebak Toby. “Apa itu begitu membuatmu tidak menyukaiku?” Suara Toby perlahan berubah menjadi orang yang tengah menghadapi pengakuan dosa.
Alice mengangguk pelan.
“Tidakkah kau ingin mengetahui alasannya?” Pertanyaan Toby memberi Alice perhatian.
Toby memandang Alice yang masih belum mengucapkan sepatah katapun dan ini menyakitinya. Dia memang telah melakukan kesalahan dengan berlaku kasar pada setiap orang yang mengganggunya, dia suka menantang siapa saja yang berani mengusik ketenangannya. Dia suka menggoda para wanita dan jatuh ke dalam pelukannya agar dia mendapatkan apa yang dia butuhkan!
“Kau berbeda, Al! Ketidakpedulianmu padaku! Pada orang paling brengsek di kampus ini. Tingkahmu yang membuatku iri pada Harry dan sikap sinismu tidak aku dapatkan dari siapapun! Dan saat aku harus menyentuhmu     ” Suara Toby tercekat. Ini adalah ungkapan pertama paling panjang yang Alice dengarkan dari mulut Toby yang pendiam.

“Kau tahu aku adalah milikmu, By,” balas Alice. Jemari Alice memainkan rambut hitam Toby yang mencuat berantakan.
“Dan kau adalah milikku,” sambung Toby. Kaki Alice berjinjit berusaha menggapai hal paling dia inginkan saat itu dan bibirnya akhirnya memperoleh apa yang dia ingin raih yaitu bibir Toby dan mengecupnya lembut.

“Al, apakah kau bersedia menjadi kekasihku?” tanya Toby lagi berbisik dekat dengan telinga Alice.
“Aku akan menjawabnya saat pesta valentine nanti.” Alice akhirnya menjawab.
“Begitu?”

Bulan purnama di tengah malam yang sudah menggelayut di langit semakin menerangi kediaman mewah Georgia milik keluarga Smith. Pesta meriah dengan tamu-tamu bercanda dan Toby telah menikmati malam valentine bersama Alice yang telah menerimanya menjadi kekasihnya.
“Al, mau menemaniku keluar?” pinta Toby lembut di telinga Alice.
“Tentu,” jawab Alice. Sikap Toby begitu berbeda saat dia menjadi sosok Toby si Dingin-Kejam. Dia begitu manis dan selama Alice mulai memperhatikannya, Toby adalah sosok yang baik. Dia tidak akan mengganggu jika tidak ada yang memulai dengannya.
Kedua insan itu berjalan menyusuri taman belakang rumah. Hampir jam 12 malam saat itu.
“Aku khawatir nyonya Parker mencarimu, Al.” Toby menggandeng tangan Alice dan tidak ingin sedetikpun melepaskannya.
“Aku sudah mengatakan pada ibu bahwa aku pergi ke rumahmu,” jawab Alice riang.
Mereka tiba di sebuah bangku kayu yang memiliki sandaran berbentuk ukiran rumit. Angin malam berhembus dan mereka memutuskan untuk berhenti sejenak. Alice menyandarkan kepalanya pada dada Toby yang bidang.
“Apa kau mendengar detak jantungku?” tanya Toby. Tangannya mengelus punggung Alice.
“Ya..”
“Kau bohong, Al.” Seringai kembali terbentuk di bibir Toby.
“Apa peduliku?” jawab Alice spontan.
“Aku menyukaimu yang tidak peduli, Al!” Toby terkekeh.
“Kau lihat purnama itu? Kebetulan sekali tepat hari valentine,” ujar Toby. Alice semakin mempererat tubuhnya dalam dekapan Toby. Ia ingin merasakan kehangatan tubuh Toby yang terbungkus jas hitam yang tebal dan membuat Toby semakin terlihat rupawan.
“Indah sekali,” kata Alice.
“Ya, Indah namun tidak saat ini!” ucap Toby yang membuat Alice berkerenyit.
Alice merasakan tubuh Toby mulai menegang.
“Toby? Kau baik-baik saja?” tanya Alice yang tampak kebingungan dan mulai khawatir.
“Aku hanya kedinginan,” jawab Toby. Tangan Toby membawa wajah Alice menuju arah pandangannya.
Toby menghembuskan napasnya yang kelewat dibuat-buat dan terasa menyesakkan.
“Aku pernah mengatakan padamu bahwa kau berbeda, kan?”
Alice mengangguk dan kembali mengingat memori saat Toby memintanya untuk menjadi kekasihnya.
“Aku bisa membaca pikiranmu saat itu. Saat kau ragu menerimaku. Kau pasti berpikir bahwa aku adalah seorang playboy. Aku mempermainkan mereka untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Betulkah tebakanku?”
Alice mendengus saat mendengar penjelasan Toby. “Kau benar, Tobias Smith!” ujar Alice.
“Kau memang berbeda, Al. Namun apa yang aku butuhkan tetaplah sama!” Tiba-tiba tangan Toby yang memegang dagu Alice mengetat dan menyakitkan. Wajah Toby berubah suram dan beberapa otot kebiruan menonjol di kening dan pipinya. Matanya menggelap tidak hanya area iris tetapi seluruhnya. Dan sepasang taring atasnya memanjang. Alice menjerit sekuat-kuatnya namun gigi Toby telah berakhir pada leher Alice dan darah dari dalam tubuh wanita itu telah habis tersedot oleh jiwa Toby yang terkutuk yang harus mendapatkan darah saat bulan purnama tiba dan saat ini wanita bernama Alice telah menjadi korban ‘berbeda’ Toby namun wanita itu memiliki hal yang menjadi kebutuhan Toby untuk tetap mempertahankan eksistensinya di dunia. Darah.
Happy Valentine, Al!” Senyum iblis Toby tidak akan pernah dipandang oleh wajah Alice yang telah berubah menjadi mayat. Alice yang buta. Alice yang terbuai oleh kebohongan yang tersusun rapi oleh iblis Toby.




Nama id Facebook : Maria Chrisna Setya Sefiasanti


Tidak ada komentar:

Posting Komentar