Suasana begitu hening di dalam sebuah gereja tua
pinggir kota. Tua bukan berarti tidak menarik sama sekali. Di dalamnya begitu
khitmad dengan berdiri sepasang pengantin di altar depan pendeta yang sedang
meminta janji sumpah setia. Pengantin wanita memakai gaun pengantin orange
pastel yang begitu menawan. Sedangkan pengantin pria memakai tuxedo berwarna
putih mawar. Mereka begitu serasi begitu pun dengan dekorasi ruangan yang
berhias bepuluh-puluh buket mawar orange pastel dan putih. Sangat romantis dan
suci.
Tiba-tiba pintu gereja itu berderit keras dengan masuknya seorang pria. Rambutnya begitu berantakan dan kusut, begitupula wajahnya. Dia memakai pakaian serba hitam seperti sedang berkabung.
"TIDAKkkkk!" Teriaknya memutus ucapan
pendeta. "Pernikahan ini tidak boleh terjadi."
Dua orang keamanan yang juga memakai jas mendekati, menyeretnya paksa keluar dari dalam gereja.
"Isnaaa, kamu tidak boleh melakukan ini
Isna!" Teriaknya lagi sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman dua
penjaga itu. "Isnaaa, aku mencintaimuuuu. Isnaaa!!!"
Byurrr! Siraman air membuat pria itu mangap-mangap mencari udara.
"Tobi, Tobi ... Masih saja bermimpi itu
walau sudah sebulan berlalu." Oceh seorang nenek-nenek dengan ember
ditangannya.
Lelaki yang dipanggil Tobi itu mengerjapkan mata.
Cengiran miris terlihat diwajahnya setelah sadar kalau pernikahan tadi ada
dalam mimpinya. Semakin miris ketika sadar kalau mimpi itu sudah menghantuinya
sejak sebulan lalu saat peristiwa itu benar-benar terjadi.
"Nyak...," Begitulah Tobi memanggil
neneknya dengan Enyak. Sejak kecil dia dibesarkan oleh neneknya karena orang
tuanya telah tiada. Dan hari ini, setelah berbulan-bulan dalam masa kesakitan
hati yang luar biasa, Tobi kembali terluka.
Isna, kekasih hati yang begitu dia cintai, menikah
dengan pria pilihan orang tuanya yang jauh lebih keren dibanding Tobi. Daniel.
Lelaki blasteran yang menawan. Jika kau ingin tahu blasteran apa, Daniel adalah
blasteran Jawa dan ... Madagaskar.
Demi semua lelaki tampan nan sempurna yang hanya
ada dalam fiksi! Tobi mengamuk. Merutuk. Merajuk.
Kenapa dia harus jadi tokoh nyata kalau dalam
dunia fiksi dia bisa jadi pangeran tampan luar biasa. Dia bisa bersanding
dengan Putri Isna dan tinggal di istana. Memiliki banyak anak. Anak? Tobi
langsung memasang wajah mesum dan mata berkilat nakal.
"Bikin anak...,"gumamnya.
Byuurr!
Satu gayung air kembali singgah di tubuh Tobi.
"BIKIN ANAK?!"
Gelegar teriakan itu merobek saluran pendengaran
Tobi.
"Nyaaak... Jangan teriak dong ah," dia
merajuk.
"Pokoknya enyak kagak mau tau ye! Kamu kudu
nikah! Nikah!"
Mata Tobi berkilat lagi. Nikah? Kawin? Begituan?
Tentu mau! Dia nyaris melompat dari tempat tidur sebelum kalimat berikutnya
dari sang enyak membuatnya terjengkang.
"Menikah dengan janda beranak lima,"
Apaaa?! Ja-janda? Beranak lima? Sudah turun mesin
berapa kali itu?! Batinnya menjerit.
"Sekarang enyak mau ngelamar si Setepani
dulu ke anaknya!"
"Jehh, Enyak! Tobi maunya sama Isna, Nyak."
Tobi manyun mendengar kalimat enyak.
Sungguh teganya-teganya-teganyaaaaa.. enyakkkkk.. pada dirikuuuuu. Batinnya mulai berdendang sebuah lagu dangdut.
"Kamu harus ingat Tobi, Isna itu udah nikah,
kawin, bikin anak ama si Danil Danil ntu." Enyak mencak-mencak.
"Daniel, nyak." Koreksinya.
"Iyee, Danil!" Ulang si enyak.
"Ingat Tobi, wanite itu hilang atu tumbuh seribu!"
"Jeh, enyak, kaya pidato kemerdekaan."
Celanya. "Tobi tahu nyak, Tobi harus mup on. Tapi jangan ame jande juge
nyak. Pan Tobi gagah dan menawan. Apa kate tukang becak kalo Tobi nikah ame
jande? Beranak lima lagi.. hiii!" Dia jadi merinding membayangkan harus
mengurus lima anak sekaligus.
Dengan berkacak pinggang, Enyak menggeret Tobi
menuju samping rumah. Tepat dimana sang janda, Setepani –Setepani Alice, sedang
sibuk mencuci baju. "Noh, liat tuh jande. Gimane menurut lo? Bodi gitar
spanyol, spare-part masih kenceng, berpengalaman lagi." Tambah Enyak
pelan.
"Bah, enyak, spare-part, emangnye
kendaraan." Sungutnya malas. Tapi terpaksa diikutinya juga arah telunjuk
enyak tercinta.
Matanya langsung terkunci pada sesosok wanita cantik
nan seksi yang sedang sibuk mencuci baju. Bahkan dia sempat menelan ludah.
Namun bayangan 5 anak mengelilingi mereka membuatnya segera geleng-geleng
kepala berusaha menghapus ketertarikan.
"Pembantu baru ye nyak?" Tanyanya bego.
Seingatnya kemarin yang mencuci baju di tempat itu kemarin masih mbo' Anggis,
mengapa sekarang berubah jadi wanita cantik.
Pletak! Sebuah jitakan sukses mendarat
dikepalanya.
"Suse-suse ye enyak ajak tuh setepani alice
datang dimari malah dikire pembantu." Omel si enyak. "Setepani Alice
memang rajin anaknye, makanye Enyak demen kalo dia jadi mantu. Lagian lu kaga'
kasian ame enyak. Kaga' mikir enyak udah tue, butuh cucu dari lu Tobiii."
"Bah! Tobi juga butuh bikin anak,
Nyak!"
Plak!
Tangan keriput enyak menggeplak kepala Tobi.
"Bikin anak, Bikin anak! Nikah dulu baru
bikin anak!" semprot Enyak dengan suara khas nenek-nenek.
"Sekarang kamu tinggal pilih. Nikah sama
Setep atau tidak sama sekali!" lanjut Enyak dramatis.
"Tobi pilih Nikah dan bukan dengan Mbak
Setep!" jawab Tobi tak kalah dramatis. Mereka layaknya abg alay yang
sedang berantem karna sang cewek menyuruh memilih dia atau bola!
"Bang Tobiiiiiiiiii!!!!!!"
Aku dan Enyak menoleh bersamaan ke arah suara
yang berpotensi merusak gendang telinga setiap yang mendengarnya. Aku
memejamkan mataku pasrah. Dia Mia. Jumiati.
Mia berjalan mendekat. Postur tubuhnya yang
mendekati keseksian Angelina Jojon yang tertimpa buldoser begitu mudah
diterbangkan angin. Seperti sekarang. Senyumnya yang menampakkan gigi
gingsulnya, yang lebih dari 4 gigi gingsul, menatap genit sambil memainkan
rambutnya dengan jari-jarinya yang seperti lidi.
"Abang ... Abang mau kemana?" tanyanya.
Tobi menampik belaian tangan Mia dan di dalam hati dia berpasrah diri.
"Ahh! Peduli amat dah udah punya anak lima yang penting 'Togar' gue
selamet plus dapet tempat yang layak dan sepantasnya." pikir Tobi.
Tobi langsung ngibrit menjauhi Mia menuju pada
Setep.
"Abang, abang, abang..." Panggil si Mia
tak terima Tobi menghindarinya. "Abangggg!"
Suaranya melengking dahsyat, cetar, dan membahana. Mengalahkan suara penyanyi dangdut paling dahsyat sekalipun.
"Bang Tobi, abang Tobi, mengapa dikau
menghindar. Diriku, diriku, panggil-panggil namanuuu, bang Tobiii..
sherrrr!" Lanjut Mia sekaligus koprol dan ngebor.
Tobi semakin ngeri melihat tubuh kerempeng itu
bergoyang. Dia ngeri kalau tiba-tiba Mia keseleo atau patah tulang sekalian.
Larinyapun semakin kencang. Larinya teramat kencang sehingga rem ketahanan diri
mendadak blong. Dia, pun, sukses menubruk tubuh Setep sehingga terjatuh
bersamaan.
Waktu seakan berhenti berputar saat dua pasang
mata itu saling beradu pandang. Aliran listrik statis terlihat biru mengalir
dari mata mereka. Alunan instrumen Kuch Kuch Lebay Hai menambah keromnatisan
dadakan ini. Belum lagi angin kipas-kipas dari Mia yang panik melihat Tobi
terjatuh. Ditambah wangi deterjen bagai parfum yang memabukkan.
"To ... Tobi?" Setepani Alice berkedip
berkali-kali memastikan bahwa sosok yang menimpanya adalah dewa yang baru saja
turun dari singgasananya dan menemukan belahan jiwanya.
Tobi merasakan sekujur tubuhnya meleleh saat
'Togar'-nya menyentuh sesuatu yang memberikan efek sangar pada hormon
kejantanannya. "Setep...?" Mata Setep terlalu indah.
Terlalu... Berkilau.
"Opo iki? Ada apa? What happen aya
naon?" tanya Setep dengan wajah bingung serta bahasa yang juga membuat
Tobi bingung.
"Bang Tobiiiiiiiii!!!!!" lengkingan
suara itu lagi.
"Tooooooobbbbbb!!!!!" kali ini jeritan
nenek-nenek.
Tobi mengalihkan pandangan dari mata Setep. Bukan
ke arah dua suara itu yg mulai mendekat, melainkan kearah ‘Togar’nya yang
ternyata menyentuh papan penggilasan.
'Laaaaah kirain! Pantesan keras!' batin Tobi kecewa. Keduanya kemudian bangkit dari posisi semula. Setep masih terlihat bingung ketika dua wanita beda usia dan rupa itu mendekati mereka dengan tergopoh gopoh.
"Nyak. Tobi mau kawin deh sama Yayang
Setep!" Ujarnya berbinar kemudian melirik nakal pada Setep.
" Haaaaaaaaaah????!!!" Setep menganga
heboh.
"Apaaaah?! andwae! Ojo! Jangan!
Nooooo!!!"Jerit Mia histeris.
Sang nenek sudah tersenyum penuh kemenangan. Sampai
akhirnya Setep tersadar dari Syok akutnya.
"Gimana Setep? Kamu mau nikah sama cucu
nenek?" tanya sang nenek.
Tobi sudah cengengesan. Yakin bahwa Setep
jugapasti menaksirnya. Setep menunduk. Kemudian mendongak. Menunduk lagi.
Mendongak lagi. "Sebenarnya saya...."
"Sebenarnya apa SetepANI alice?" Tanya
Tobi sambil menyebut nama Setep secara lengkap. Setep jadi bersemu. "Sebelumnya
saya mau tanya, apa mas Tobi suka janda?" Tanya Setep tak berani menatap
Tobi.
"Iya." Jawab Tobi mantab sambil
mengangguk.
"Kalau begitu saya tidak bisa mas.
Maaf!" Tolaknya perih.
Cetarrr! Bagai melihat petir disiang hari tobi
mendengar penolakan Setep, sedangkan Mia sumringah.
"Mengapa? Mengapaaa?? Mengapaa wahai
kekasihhh.. kau menolakku?"
"Saya.. saya.. bukan janda Mas." Jelas
Setep pelan.
"Lalu apa?"
"Saya belum pernah menikah."
"Tapi kata enyak kamu punya anak lima."
Tobi jadi bingung.
"Itu, mereka anak asuh saya." Tobi
langsung memeluk Setep erat.
"M-mas..??" Setep bingung.
"Ayo kita menikah!" Lamar Tobi sekali
lagi.
"Bang Tobiii..." Mia memandang dengan
mata berlinang penuh kesedihan. Kepalanya geleng-geleng tak percaya. Dia
langsung berbalik dan berlari ala film-film India.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar