Jumat, 19 April 2013

Another Side of Tobias



Suasana begitu hening di dalam sebuah gereja tua pinggir kota. Tua bukan berarti tidak menarik sama sekali. Di dalamnya begitu khitmad dengan berdiri sepasang pengantin di altar depan pendeta yang sedang meminta janji sumpah setia. Pengantin wanita memakai gaun pengantin orange pastel yang begitu menawan. Sedangkan pengantin pria memakai tuxedo berwarna putih mawar. Mereka begitu serasi begitu pun dengan dekorasi ruangan yang berhias bepuluh-puluh buket mawar orange pastel dan putih. Sangat romantis dan suci.

Tiba-tiba pintu gereja itu berderit keras dengan masuknya seorang pria. Rambutnya begitu berantakan dan kusut, begitupula wajahnya. Dia memakai pakaian serba hitam seperti sedang berkabung.

"TIDAKkkkk!" Teriaknya memutus ucapan pendeta. "Pernikahan ini tidak boleh terjadi."

Dua orang keamanan yang juga memakai jas mendekati, menyeretnya paksa keluar dari dalam gereja.
"Isnaaa, kamu tidak boleh melakukan ini Isna!" Teriaknya lagi sambil berusaha melepaskan diri dari cengkraman dua penjaga itu. "Isnaaa, aku mencintaimuuuu. Isnaaa!!!"

Byurrr! Siraman air membuat pria itu mangap-mangap mencari udara.

"Tobi, Tobi ... Masih saja bermimpi itu walau sudah sebulan berlalu." Oceh seorang nenek-nenek dengan ember ditangannya.

Lelaki yang dipanggil Tobi itu mengerjapkan mata. Cengiran miris terlihat diwajahnya setelah sadar kalau pernikahan tadi ada dalam mimpinya. Semakin miris ketika sadar kalau mimpi itu sudah menghantuinya sejak sebulan lalu saat peristiwa itu benar-benar terjadi.

"Nyak...," Begitulah Tobi memanggil neneknya dengan Enyak. Sejak kecil dia dibesarkan oleh neneknya karena orang tuanya telah tiada. Dan hari ini, setelah berbulan-bulan dalam masa kesakitan hati yang luar biasa, Tobi kembali terluka.

Isna, kekasih hati yang begitu dia cintai, menikah dengan pria pilihan orang tuanya yang jauh lebih keren dibanding Tobi. Daniel. Lelaki blasteran yang menawan. Jika kau ingin tahu blasteran apa, Daniel adalah blasteran Jawa dan ... Madagaskar.

Demi semua lelaki tampan nan sempurna yang hanya ada dalam fiksi! Tobi mengamuk. Merutuk. Merajuk. 

Kenapa dia harus jadi tokoh nyata kalau dalam dunia fiksi dia bisa jadi pangeran tampan luar biasa. Dia bisa bersanding dengan Putri Isna dan tinggal di istana. Memiliki banyak anak. Anak? Tobi langsung memasang wajah mesum dan mata berkilat nakal.

"Bikin anak...,"gumamnya.

Byuurr!
Satu gayung air kembali singgah di tubuh Tobi.

"BIKIN ANAK?!"

Gelegar teriakan itu merobek saluran pendengaran Tobi.

"Nyaaak... Jangan teriak dong ah," dia merajuk.

"Pokoknya enyak kagak mau tau ye! Kamu kudu nikah! Nikah!"

Mata Tobi berkilat lagi. Nikah? Kawin? Begituan? Tentu mau! Dia nyaris melompat dari tempat tidur sebelum kalimat berikutnya dari sang enyak membuatnya terjengkang. 

"Menikah dengan janda beranak lima,"

Apaaa?! Ja-janda? Beranak lima? Sudah turun mesin berapa kali itu?! Batinnya menjerit. 

"Sekarang enyak mau ngelamar si Setepani dulu ke anaknya!"

"Jehh, Enyak! Tobi maunya sama Isna, Nyak." Tobi manyun mendengar kalimat enyak.

Sungguh teganya-teganya-teganyaaaaa.. enyakkkkk.. pada dirikuuuuu. Batinnya mulai berdendang sebuah lagu dangdut.

"Kamu harus ingat Tobi, Isna itu udah nikah, kawin, bikin anak ama si Danil Danil ntu." Enyak mencak-mencak.

"Daniel, nyak." Koreksinya.

"Iyee, Danil!" Ulang si enyak. "Ingat Tobi, wanite itu hilang atu tumbuh seribu!"

"Jeh, enyak, kaya pidato kemerdekaan." Celanya. "Tobi tahu nyak, Tobi harus mup on. Tapi jangan ame jande juge nyak. Pan Tobi gagah dan menawan. Apa kate tukang becak kalo Tobi nikah ame jande? Beranak lima lagi.. hiii!" Dia jadi merinding membayangkan harus mengurus lima anak sekaligus.

Dengan berkacak pinggang, Enyak menggeret Tobi menuju samping rumah. Tepat dimana sang janda, Setepani –Setepani Alice, sedang sibuk mencuci baju. "Noh, liat tuh jande. Gimane menurut lo? Bodi gitar spanyol, spare-part masih kenceng, berpengalaman lagi." Tambah Enyak pelan.

"Bah, enyak, spare-part, emangnye kendaraan." Sungutnya malas. Tapi terpaksa diikutinya juga arah telunjuk enyak tercinta.

Matanya langsung terkunci pada sesosok wanita cantik nan seksi yang sedang sibuk mencuci baju. Bahkan dia sempat menelan ludah. Namun bayangan 5 anak mengelilingi mereka membuatnya segera geleng-geleng kepala berusaha menghapus ketertarikan.

"Pembantu baru ye nyak?" Tanyanya bego. Seingatnya kemarin yang mencuci baju di tempat itu kemarin masih mbo' Anggis, mengapa sekarang berubah jadi wanita cantik.

Pletak! Sebuah jitakan sukses mendarat dikepalanya.

"Suse-suse ye enyak ajak tuh setepani alice datang dimari malah dikire pembantu." Omel si enyak. "Setepani Alice memang rajin anaknye, makanye Enyak demen kalo dia jadi mantu. Lagian lu kaga' kasian ame enyak. Kaga' mikir enyak udah tue, butuh cucu dari lu Tobiii."

"Bah! Tobi juga butuh bikin anak, Nyak!"

Plak!

Tangan keriput enyak menggeplak kepala Tobi.

"Bikin anak, Bikin anak! Nikah dulu baru bikin anak!" semprot Enyak dengan suara khas nenek-nenek.

"Sekarang kamu tinggal pilih. Nikah sama Setep atau tidak sama sekali!" lanjut Enyak dramatis.

"Tobi pilih Nikah dan bukan dengan Mbak Setep!" jawab Tobi tak kalah dramatis. Mereka layaknya abg alay yang sedang berantem karna sang cewek menyuruh memilih dia atau bola!

"Bang Tobiiiiiiiiii!!!!!!" 

Aku dan Enyak menoleh bersamaan ke arah suara yang berpotensi merusak gendang telinga setiap yang mendengarnya. Aku memejamkan mataku pasrah. Dia Mia. Jumiati.

Mia berjalan mendekat. Postur tubuhnya yang mendekati keseksian Angelina Jojon yang tertimpa buldoser begitu mudah diterbangkan angin. Seperti sekarang. Senyumnya yang menampakkan gigi gingsulnya, yang lebih dari 4 gigi gingsul, menatap genit sambil memainkan rambutnya dengan jari-jarinya yang seperti lidi.

"Abang ... Abang mau kemana?" tanyanya. Tobi menampik belaian tangan Mia dan di dalam hati dia berpasrah diri. "Ahh! Peduli amat dah udah punya anak lima yang penting 'Togar' gue selamet plus dapet tempat yang layak dan sepantasnya." pikir Tobi.

Tobi langsung ngibrit menjauhi Mia menuju pada Setep. 

"Abang, abang, abang..." Panggil si Mia tak terima Tobi menghindarinya. "Abangggg!"

Suaranya melengking dahsyat, cetar, dan membahana. Mengalahkan suara penyanyi dangdut paling dahsyat sekalipun.

"Bang Tobi, abang Tobi, mengapa dikau menghindar. Diriku, diriku, panggil-panggil namanuuu, bang Tobiii.. sherrrr!" Lanjut Mia sekaligus koprol dan ngebor.

Tobi semakin ngeri melihat tubuh kerempeng itu bergoyang. Dia ngeri kalau tiba-tiba Mia keseleo atau patah tulang sekalian. Larinyapun semakin kencang. Larinya teramat kencang sehingga rem ketahanan diri mendadak blong. Dia, pun, sukses menubruk tubuh Setep sehingga terjatuh bersamaan.

Waktu seakan berhenti berputar saat dua pasang mata itu saling beradu pandang. Aliran listrik statis terlihat biru mengalir dari mata mereka. Alunan instrumen Kuch Kuch Lebay Hai menambah keromnatisan dadakan ini. Belum lagi angin kipas-kipas dari Mia yang panik melihat Tobi terjatuh. Ditambah wangi deterjen bagai parfum yang memabukkan.

"To ... Tobi?" Setepani Alice berkedip berkali-kali memastikan bahwa sosok yang menimpanya adalah dewa yang baru saja turun dari singgasananya dan menemukan belahan jiwanya.

Tobi merasakan sekujur tubuhnya meleleh saat 'Togar'-nya menyentuh sesuatu yang memberikan efek sangar pada hormon kejantanannya. "Setep...?" Mata Setep terlalu indah.

Terlalu... Berkilau.

"Opo iki? Ada apa? What happen aya naon?" tanya Setep dengan wajah bingung serta bahasa yang juga membuat Tobi bingung.

"Bang Tobiiiiiiiii!!!!!" lengkingan suara itu lagi. 

"Tooooooobbbbbb!!!!!" kali ini jeritan nenek-nenek.

Tobi mengalihkan pandangan dari mata Setep. Bukan ke arah dua suara itu yg mulai mendekat, melainkan kearah ‘Togar’nya yang ternyata menyentuh papan penggilasan.

'Laaaaah kirain! Pantesan keras!' batin Tobi kecewa. Keduanya kemudian bangkit dari posisi semula. Setep masih terlihat bingung ketika dua wanita beda usia dan rupa itu mendekati mereka dengan tergopoh gopoh.

"Nyak. Tobi mau kawin deh sama Yayang Setep!" Ujarnya berbinar kemudian melirik nakal pada Setep.

" Haaaaaaaaaah????!!!" Setep menganga heboh.

"Apaaaah?! andwae! Ojo! Jangan! Nooooo!!!"Jerit Mia histeris.

Sang nenek sudah tersenyum penuh kemenangan. Sampai akhirnya Setep tersadar dari Syok akutnya.
"Gimana Setep? Kamu mau nikah sama cucu nenek?" tanya sang nenek.

Tobi sudah cengengesan. Yakin bahwa Setep jugapasti menaksirnya. Setep menunduk. Kemudian mendongak. Menunduk lagi. Mendongak lagi. "Sebenarnya saya...."

"Sebenarnya apa SetepANI alice?" Tanya Tobi sambil menyebut nama Setep secara lengkap. Setep jadi bersemu. "Sebelumnya saya mau tanya, apa mas Tobi suka janda?" Tanya Setep tak berani menatap Tobi.

"Iya." Jawab Tobi mantab sambil mengangguk.

"Kalau begitu saya tidak bisa mas. Maaf!" Tolaknya perih.

Cetarrr! Bagai melihat petir disiang hari tobi mendengar penolakan Setep, sedangkan Mia sumringah.
"Mengapa? Mengapaaa?? Mengapaa wahai kekasihhh.. kau menolakku?"

"Saya.. saya.. bukan janda Mas." Jelas Setep pelan. 

"Lalu apa?" 

"Saya belum pernah menikah."

"Tapi kata enyak kamu punya anak lima." Tobi jadi bingung.

"Itu, mereka anak asuh saya." Tobi langsung memeluk Setep erat.

"M-mas..??" Setep bingung. 

"Ayo kita menikah!" Lamar Tobi sekali lagi.

"Bang Tobiii..." Mia memandang dengan mata berlinang penuh kesedihan. Kepalanya geleng-geleng tak percaya. Dia langsung berbalik dan berlari ala film-film India.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar