"Hi, tampan!"
"Kau! Pergi sana!" ucapnya melambai padaku. Aku menyukainya saat tangannya melambai seperti itu. Suaranya yang khas seperti mahkluk lemah pada umumnya.
"Tidak mau!"
"Akika gak mau sindang deketin ya!"
Aku terkikik saat logatnya keluar dari mulutnya. Dia begitu lucu. Aku mengambil napas dalam sambil memejamkan mata. "Hessel, do you wanna be my lover?" Gila, kan? Tapi inilah aku. Bukan aku namanya kalau gila.
Hessel menatapku tak percaya. "Yei gila?" suaranya melambai lagi dan aku memberikan tatapan serius padanya. Aku benar-benar bersungguh-sungguh.
Hessel membungkam. "Kau bohong," suaranya sedikit jantan meski aku tahu sisi wanitanya masih membayangi. Aku meyakinkannya lewat tatapanku. "Kenapa kau ingin aku menjadi kekasihmu?"
Aku tersenyum padanya. Dia tak lagi dingin padaku. Dingin dengan caranya. "Kau membuatku selalu tertawa dengan caramu. Kau membuatku berbeda dengan caramu meski kau tidak menyadarinya. Aku suka kamu, Hessel. Tak masalah meski kau tidak suka. Aku selalu suka semua caramu. Kau spesial di mataku."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar